a a a a a a a
Logo
Other Information Banner Header
Tiket Online

Komunikasi

Komunikasi Elegan  by DR. Ponijan Liaw, M.Pd.

Komunikasi Elegan by DR. Ponijan Liaw, M.Pd.

by DR. Ponijan Liaw, M.Pd.
Siapa orator paling dikenang dan mengesankan sepanjang sejarah masa lalu dan era kini? Dengan mudah, pertanyaan itu pasti dapat dijawab secara serentak, seragam, sejurus dan sewaktu (dalam hitungan detik yang sama). Bursa nama blue chips pun keluar dengan sangat meyakinkan. Bung Karno, Bung Tomo, Martin Luther King, Winston Churchill, Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, Dalai Lama, Barack Obama, K.H. Zainuddin MZ dan sederet nama lainnya pun menghiasi peta geografi lintas bangsa dan benua sebagai pembicara ulung. Pertanyaannya kemudian, mengapa para tokoh itu terpilih dan terpatri dalam deretan orator top di ruang-ruang sejarah dan perpustakaan dunia? Tidak terlalu sulit sebenarnya untuk menjawabnya. Karena mereka memiliki gaya komunikasi yang elegan! Masing-masing memiliki keunggulan dan diferensiasi eksklusif.

Komunikasi Elegan
Pakar komunikasi dunia, Harold Laswell, memiliki rumus sederhana tentang definisi komunikasi: “Who says what, in which channel to whom and in what effect.” Siapa mengatakan apa, dengan saluran apa kepada siapa dan dengan tujuan apa. Itulah pengertian komunikasi pertama yang pernah ada. Setiap orang yang mempraktikkan pakem dasar itu ketika berkomunikasi dengan orang lain, dapat dipastikan ia akan mencapai tujuan komunikasinya. Penekanan pada setiap bagian dari kelima wh… itu (siapa/ who, apa/ what, yang mana/ which, kepada siapa/ whom dan efek apa/ what effect) akan membentuk elegansi komunikasi si penuturnya. Bung Karno, misalnya. Ia lebih menekankan pada unsur siapa-nya daripada pesannya. Ia sadar bahwa ia kharismatik dan memiliki massa pendukung fanatik yang militan. Maka ia pun memanfaatkan figur dirinya untuk berkomunikasi secara live jika ada kesempatan. Pidatonya selalu dibanjiri oleh ribuan orang di berbagai tempat dan waktu. Di sisi lain, ada pula tokoh yang mengedepankan unsur apa-nya (pesan). Martin Luther King, Winston Churchill, Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, Dalai Lama dan Barack Obama adalah penganut paham ini. Mereka tidak menekankan pada aspek siapa-nya karena mereka memang belum dikenal di awal perjuangannya. Konten menjadi menu yang mereka jual. Lihat saja bagaimana Martin Luther menjual konsepnya tentang perlunya memiliki mimpi bagi setiap orang yang ingin maju dan bertumbuh (I have a dream). Hal itu berhasil membakar semangat para pendengarnya dan ia sukses. Konten praktik kasih sayang yang anti-kekerasan dalam setiap interaksi antarrelasi berhasil mengharumkan nama Bunda Teresa dan Mahatma Gandhi. Di sudut lain, wacana perubahan yang digagas oleh Barack Obama dalam kampanyenya (“Change We Can Believe In”) juga mengantarkannya menuju Gedung Putih. Ia sangat sadar bahwa tanpa menjual gagasan perubahan, tentu ia tidak akan dapat menarik simpati warga kulit putih karena warna kulitnya yang belum sepenuhnya diterima di negerinya. Sementara karakter komunikasi yang dibangun oleh Zainuddin MZ lain lagi. Ia lebih menekankan dengan siapa (to whom) dan tujuan apa (in what effect) ketika berorasi. Lihat saja bagaimana kyai sejuta umat itu menyihir setiap pendengarnya dengan tujuan agar terjadi perubahan akhlak umatnya. Ia kharismatik dan berkarakter karena mampu berbicara dengan umatnya secara tepat (sesuai tingkat pengalaman, pendidikan, kondisi, dll.), saluran yang tepat (media elektronik dan cetak) dan pesan sederhana yang bertujuan mengubah kehidupan moral masyarakatnya secara akurat. Ini sebuah gaya orasi tingkat tinggi yang membuatnya elegan!
Setiap orang bisa memiliki gaya komunikasi elegan jika mengetahui potensi laten yang terkandung dalam dirinya. Usaha untuk meniru orang lain tentu akan menghambat karakter sejati yang dimiliki untuk berkembang secara alami. Karena setiap orang itu unik adanya. Tidak ada kembar identik yang berkarakter sama mutlak. So, berkomunikasilah secara elegan dengan prinsip dasar: apa yang ada di kepala sendiri harus bisa ditangkap oleh kepala orang lain dengan sukarela dan rasa hormat.**