Sering kita dengar iklan tentang bagaimana menjadi pembicara yang baik atau bagaimana agar pembicaraan kita dapat mempengaruhi orang lain. Banyak orang menginvestasikan waktunya untuk belajar keahlian berbicara di depan publik atau public speaking. Tidak sedikit pula yang rela merogoh kocek lebih besar untuk mengambil kelas privat dengan orang yang dianggap ahli dalam komunikasi di depan umum. Bagi mereka yang melakukan hal ini, saya dukung seribu persen. Karena sebagaimana yang sering saya tulis di sini, setiap orang yang memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni pasti akan punya peluang sukses lebih besar dibanding mereka yang tidak. Apapun profesi atau pekerjaannya, apabila didukung dengan kemampuan berbicara yang baik akan membuat profesinya menjadi lebih sukses. Ini sudah terbukti.
Namun kali ini saya tidak akan mengulas soal pentingnya meningkatkan keahlian berbicara kita. Bukan pula soal tips bagaimana meningkatkan rasa percaya diri saat menghadapi audiens atau melakukan presentasi di depan klien. Saya ingin mengulik satu hal yang menurut saya sangat penting kita lakukan sebelum kita mulai berlatih diri meningkatkan kemampuan berbicara, yaitu Mendengarkan. Ya, mendengar pun perlu dilatih dan dibiasakan. Bahkan sebelum Anda berbicara, Anda harus bisa mendengar. Menjadi pendengar yang baik jauh lebih sulit dibanding menjadi pembicara yang handal.
Karena itu, bagi Anda yang ingin menjadi seorang pembicara yang handal, belajarlah juga untuk menjadi pendengar yang baik. Semakin baik kemampuan mendengar Anda, semakin baik Anda bisa berbicara. Ibarat hukum take and give, Anda tidak akan pernah mendapatkan kalau tidak pernah memberi. Maka memberi sebenarnya adalah menerima. Oleh karenanya, mendengarkan orang lain dengan baik pada hakikatnya adalah memberi peluang Anda untuk bisa berbicara dengan baik pula.
Nah, kali ini saya akan berbagi mengenai bagaimana menjadi pendengar yang baik. Mendengar di sini bukan sekadar menangkap pesan atau suara dari rekan bicara dengan menggunakan indera pendengaran. Mendengarlah dengan seluruh tubuh. Artinya, selain menyimak secara auditif apa yang disampaikan oleh rekan bicara, alihkan juga tatapan mata kita sepenuhnya ke orang yang sedang berbicara.
Sering saya melihat seseorang yang sibuk melakukan aktivitas lain seperti membalas pesan melalui telepon selular atau sambil menonton televisi disaat orang lain tengah berbicara padanya. Selain menunjukkan sikap yang tidak respek, ini juga menunjukkan bahwa orang itu tidak mendengarkan dengan baik. Rekan bicara yang mendapati situasi seperti ini terus menerus akan berpikir bahwa orang yang diajak berbicara tidak menghormatinya sehingga mengurangi kepercayaan untuk terus melakukan pembicaraan. Apabila seseorang sudah kehilangan kepercayaan bukankah itu adalah awal dari sebuah kegagalan dalam mempengaruhi orang lain? Sebab untuk mempengaruhi orang lain dengan pesan atau lewat pembicaraan publik, harus ada trust atau kepercayaan dari rekan bicara. Apapun yang kita katakan kalau rekan bicara atau audiens tidak percaya, maka kita tidak akan mendapatkan apa apa. Mereka akan mencari seribu alasan untuk tidak menyetujui pesan yang Anda sampaikan. Sebaliknya bila seseorang sudah dipercaya karena sikap dan gaya bicaranya, maka ia akan memiliki peluang untuk memenangkan hati audiens, sebab audiens akan mencari seribu alasan pula untuk menerima atau mengamini apa yang Anda sampaikan. Karena itu jaga kepercayaan orang lain dengan memberikan sikap yang baik. Mendengarkan pembicaraan dengan penuh perhatian adalah sebuah sikap yang baik untuk menimbulkan trust dari rekan bicara atau audiens.