a a a a a a a
Logo
Other Information Banner Header
Tiket Online

Komunikasi

Serbuan SMS

Serbuan SMS

by
Karena banyaknya email/SMS yang bertanya tentang apa yang sebaiknya dilakukan terhadap serbuan SMS (SMS-blast) yang akhir-akhir ini sangat banyak bagaikan serangan teror, saya pun membuat pertanyaan ‘apa yang Anda lakukan ketika menerima SMS-blas /> Serbuan SMS

t yang datang bertubi-tubi belakangan ini?’ di 2 (dua) akun fan page saya: www.facebook.com/komunikatorno1 & www.facebook.com/ponijanliaw dan twitter @PonijanLiaw. Hasilnya memang tidak bisa digunakan untuk menggeneralisir keseluruhan pandangan masyarakat penerima SMS-blast itu. Namun paling tidak bisa dijadikan acuan atau bahan evaluasi awal buat perusahaan yang kerap melakukan praktik ini. Dari 51 tanggapan yang masuk dari trio media sosial di atas, jawaban dapat dikategorisasi menjadi 3 (tiga) bagian: menolak keras, menerima halus dan netral. Yang menolak keras (40) adalah mereka yang akan langsung men-delete pesan yang masuk begitu membaca kata depan SMS yang sudah dikenalnya sebagai SMS tidak berguna. Sementara yang menerima halus (5) adalah mereka yang membaca SMS itu secara tuntas namun jika dirasa tidak diperlukan layanannya, SMS langsung dihapus. Sedangkan yang netral (6) berkata biarin saja toh tidak perlu dibalas kok. Ga ada ruginya buat kita. Kira-kira itu yang menjadi alasan kenetralan mereka. Dari seluruh jawaban yang masuk jelas terlihat kurva kepuasan penerima SMS sebagaimana yang diharapkan korporasi pengirimnya tidaklah normal alias gagal. Yang tidak suka menerimanya mencapai 89%, mau menerimanya setengah hati 9,8% dan yang cuek 1,2%! Karena itu, ada etika komunikasi yang sebaiknya diperhatikan, diseriusi dan diaplikasi untuk perbaikan citra korporasi demi jangka yang lebih panjang.



Etika Komunikasi

Ketika sebuah komunikasi dilakukan, yang jauh lebih menjadi pertimbangan orang-orang yang diajak bicara untuk menerima atau menolaknya adalah soal etikanya. Sejauh mana etika itu dipraktikkan. Misalnya, jika tanpa juntrungan, kenal juga tidak, tiba-tiba SMS yang datang bertanya ‘apa kabar?’, ‘mungkin Bapak/Ibu membutuhkan ini’ dan seterusnya tentu akan menyebabkan antipati orang yang menerimanya. Pertama, karena dianggap sok kenal sok dekat (SKSD). Kedua, dianggap tidak menghargai, karena SMS tidak dikirim secara personal, atas nama penerimanya. Bukankah nama adalah panggilan terindah buat pemiliknya? (Baca Artikel ‘Always Address Customer by Name’ di Edisi Oktober 2010 – Majalah Luar Biasa). Sebaiknya beberapa pertimbangan etika komunikasi harus diperhatikan oleh penyebar SMS-blast itu. Pertama, sadarilah bahwa lebih baik mendekati calon konsumen dengan cara yang lebih simpatik dan empatik. Hal ini bisa dilakukan dengan pameran sendiri atau bergabung dengan penyelenggara event/seminar. Selain bisa mendapatkan target market yang pas, ia juga bisa digunakan untuk menarik simpati dengan menjelaskan kelebihan produk secara lebih komprehensif. Paling tidak, cara ini akan bisa memperbaiki citra korporasi yang telah terpuruk karena SMS-nya di-delete secara kasar dari layar ponsel. Kedua, gunakan media cetak/elektronik kompeten dan segmented (sesuai jenis produk) untuk mengiklankan produk dimaksud dengan bahasa yang santun dengan pendekatan kemanusiaan (human touch). Jika tim kreatif korporasi lihay dan jeli membidik hati calon konsumennya, ia pasti akan mampu membuat narasi yang bisa menyentuh hati pendengar, penonton atau pembaca iklannya. Sepanjang semua dilakukan dengan jujur tentunya. Lihat saja bagaimana produk yang menggunakan sentuhan kemanusiaan (demi kesehatan kini dan nanti, demi masa depan yang lebih baik, dst.) menarik simpati luar biasa pendengar/penonton/pembacanya. Ketiga, sadari bahwa karakteristik setiap konsumen berbeda-beda, jadi tidak bisa didekati dengan cara yang sama. Karakter kaum laki-laki dan perempuan sudah pasti berbeda dalam hal persepsi, sisi produk yang ingin dilihat, harga dan sebagainya. Dengan pengenalan ini, rasanya efektivitas promosi baru akan dapat berjalan tepat sasaran.