Secara maknawi sederhana, “JANJI” bisa diartikan sebagai hal ihwal kesediaan dan kesanggupan pihak tertentu untuk melakukan / berbuat sesuatu berdasarkan satu permintaan dari pihak yang lainnya. Begitu banyak kita mendengar kata-kata dari individu ataupun instansi / organisasi yang mengaromakan janji di berbagai bidang kehidupan. Semua memberikan harapan. Apakah bisa terpenuhi ataupun tidak, itu urusan nanti katanya. Yang terpenting bisa menarik perhatian dengan buaian kata-kata manis terlebih dahulu. Termasuk dalam berbagai situasi dan kepentingan bisnis, tersadari atau tidak, telah membuat seseorang membentuk kalimat bernuansakan janji, apalagi personal yang tergabung pada divisi Sales / Marketing. Percayalah akan begitu banyak janji terumbar, dimulai dengan melakukan janji temu sampai memberikan janji ekspektasi terhadap produk / jasa yang dihasilkan / dijual. Belum lagi akhirnya perihal yang tertuang pada selembar kertas bermaterai bertitel “Perjanjian / Kontrak”.
Pada saat kita (sales / marketer) mengucapkan sebuah janji, secara otomatis pula itu akan menumbuhkan harapan pada customer untuk menuai kebenaran dari rangkaian kalimat yang memuat kesanggupan kita tersebut, yang akhirnya hanya berlabuh pada 2 kemungkinan hasil terpetik: Customer kita menjadi happy atau unhappy. Dalam hal ini, saya percaya tak akan ada satu orang sales / marketer di perusahaan manapun yang mau berada pada kondisi kedua, di mana customer menjadi unhappy, karena janji sangat identik dengan kepercayaan. Tidak ada kepercayaan, pastinya tidak mungkin akan terjadi transaksi atau kontrak sekalipun. Lebih fatalnya, kekecewaan tersebut mungkin saja diikuti oleh penyebaran berita negatif yang dengan cepat sanggup meruntuhkan citra positif yang telah susah payah dibangun.