Irma Sustika: Siap Tidak Siap, Setiap Perempuan Harus Siap Jadi Sekoci Keluarga
by
eorang teman menceritakan kejadian yang tidak pernah ia lupakan sepanjang hidupnya ketika kehilangan pelanggan dan sekaligus pekerjaannya. Pepatah abadi memang benar ketika bilang ‘penyesalan selalu datang terlambat.’
Kisah sedih di hari Senin itu bermula ketika sahabat itu sedang didera oleh samudra persoalan bak benang kusut yang tidak diketahui entah kapan akan bisa diurai. Dalam kondisi seperti itu, wanita karir, teman saya itu, tidak sanggup mencairkan konsentrasi jenuh problem yang ada sehingga meletus melalui temperamen yang tinggi dan sinis. Ia menjabat sebagai kepala customer service yang seharusnya melayani pelanggan dengan cara-cara simpatik dan empatik. Namun, pada hari itu, ia tidak mampu mengendalikan dirinya ketika berhadapan dengan seorang pelanggan yang super bawel dan keras kepala. Konversasi berjalan dengan tenang dan terkendali pada awalnya.
Namun eskalasinya semakin meningkat dalam hal jumlah kata yang terucap dan intonasi yang semakin meninggi. Sang customer service tidak lagi bisa mengendalikan temperamennya yang sudah bergejolak dan meminta untuk segera dikeluarkan. Jika tidak, dada terasa sungguh menyesakkan fisik yang letih hari itu. Akhirnya, pertahanan itu pun jebol seperti lumpur di Siduarjo yang tidak terbendung lagi. Ia menjadi marah dengan mata memerah. Pertengkaran verbal dan nonverbal (saling menunjuk) pun tidak terhindarkan lagi. Muaranya, sang pelanggan langsung angkat kaki menuju ruang direktur. Ternyata ia adalah prime customer perusahaan itu.
Selain sebagai pelanggan utama, ia juga memiliki hubungan dekat dengan pemilik korporasi itu. Lengkaplah deretan kuasa sang pelanggan yang akhirnya membuat teman saya itu terdepak secara tidak terhormat.