a a a a a a a
Logo
Other Information Banner Header
Tiket Online

Berita

Passive Income Atau Malas ?

Passive Income Atau Malas ?

By :
Oleh : Anthony Dio Martin

Saya masih ingat sekali di tahun 2003. Saat itu, saya mendapatkan buku Rich Dad, Poor Dad, karya Robert Kiyosaki. Segera, saya membacanya sampai tuntas dan sebuah istilah terngiang-ngiang di telinga saya, “Passive Income”. Aha!
Intinya, Anda bisa bersenang-senang dan tidak melakukan apapun, tetapi uang datang kepada Anda. Wow! Betapa menyenangkannya? Bayangkan saja, Anda nggak perlu ngapa-ngapain lantas uang pun datang kepada Anda. Saya sempat terobsesi dengan istilah passive income ini beberapa tahun. Lantas, Tibalah saatnya ketika saya sadar, lalu akhirnya saya mengambil sikap yang lebih bijak terhadap pemahaman passive income ini.
Kenapa jadi popular?
Persoalannya, passive income ini lantas dipakai dimana-mana, termasuk di MLM (Multi Level Marketing) yang banyak menawarkan janji kepada para downline-nya dengan istilah passive income ini. Saya pun melihat, memang sih ada MLM yang masih etis menggunakan istilah ini, tapi kebanyakan cenderung overuse (menggunakan istilah ini secara amat berlebihan).
Jujur. Sekali lagi. Setelah bertahun-tahun berbisnis, akhirnya saya sendiri menyadari bahwa passive income ini, banyak dipergunakan secara salah. Saya teringat, saya pernah membawahi seorang staff yang kinerjanya buruk. Secara umum, orang ini termasuk kategori “deadwood” yang sudah susah dikembangkan. Nah, salah satu hal yang paling disukainya adalah soal passive income ini. Ia mengatakan, “Suatu ketika, saya ingin punya passive income dan tidak perlu bekerja lagi dari pagi sampai sore, bahkan malam!.”
Begitu pula, seorang teman saya yang masih bekerja di perusahaan, tatkala bertemu dengan saya pernah mengatakan, “Enak ya. Punya perusahaan sendiri, bisa punya passive income lagi.”
Merasa “I’ll Feel”
Terus terang, lama kelamaan istilah passive income, mulai memberikan perasaan yang tidak menyenangkan. Bisa jadi karena udah terlalu banyak orang yang menggunakan istilah tersebut.
Juga karena terlalu disalahgunakan dan disalahartikan. Coba perhatikan deh. Lama-kelamaan, apa bedanya antara orang malas dengan passive income? Memang sih, pada passive income orang tetap menerima sesuatu penghasilan, sementara pada orang malas, mereka tidak punya apapun. Tapi, sama saja kan, mereka mengagungkan kata “malas”. Bahkan, saya masih ingat tatkala mengikuti suatu seminar di sebuah MLM, karena ajakan teman, si MC-nya mengatakan, “Kalian semua mau tidak, bisa bermalas-malasan tetapi tetap punya uang.”

Dalam hati saya, saya ingin menjawab “Tidak”. Masalahnya, malas bukanlah kamus dalam kehidupan saya. Bahkan milyuner seperti Warren Buffet mengatakan, “Orang mungkin mengatakan saya kaya raya dan tidak perlu kerja. Tetapi saya kepingin saat saya meninggal, saya masih tetap aktif bekerja.”
Lihatlah, bahkan seorang milyuner sekalipun tidak ingin bermalas-malasan. Begitu pula, konon hal yang sama terjadi dengan Bill Gates. Para karyawannya yang melaporkan kebiasaan Bill Gates mengatakan Bill Gates yang doyan kerja, bahkan pagi-pagi sudah datang dan bekerja sampai larut malam.
Jadi, jangan sampai passive income menjadi sesuatu yang menyesatkan kita. Ujung-ujungnya kita mengejar passive income untuk tujuan yang tidak terlalu mulia. Hanya untuk sekedar bermalas-malasan?
Realita Passive Income
Biasanya, orang bisa berkata soal passive income dengan mudahnya. Tapi…Percayalah..Untuk sampai passive income, orang pun harus berjuang dan bekerja setengah mati. Jadi, kesimpulannya apa? “Nggak ada makan siang yang gratis.”
Untuk sampai pada passive income, bersiaplah untuk bekerja keras dan cerdas. Celakanya, banyak orang yang kepingin passive income, hanya karena mau enaknya saja. Mau malasnya, mau bersenang-senangnya, tapi, tidak mau membayar ongkosnya.
Terus menariknya lagi. Cobalah Anda perhatikan, dan saya berani bertaruh. Mereka yang punya passive income saat ini, biasanya bukanlah orang yang suka bermalas-malasan. Bahkan, Robert Kiyosaki sendiri yang menciptakan istilah passive income harus berjuang setengah mati untuk menulis buku dan membuat dirinya popular. Bahkan, kalau ketika tidak mampu mengurus bisnisnya dengan baik, apa yang terjadi dengan Robert Kiyosaki? Dia akhirnya sempat dinyatakan bangkrut karena hutang-hutangnya.
Jadi, penggagas passive income itu sendiri, harus dituntut bangkrut karena tidak sanggup membayari hutangnya. Gimana coba?
Hidup ini Food court Bukan Restoran
Hidup ini selalu diibaratkan sebagai food court, bukan restoran. Maksudnya? Di Food court, sebelum makan, Anda harus membayar dulu baru bisa makan. Sementara di restoran, Anda bisa makan dulu baru kemudian membayarnya. Kenyataannya, hidup itu ya seperti food court. Harus ada pengorbanan sebelum Anda bisa menikmatinya.
Jadi, kembali soal passive income. Kalau Anda bermimpi memiliki passive income, tetapi tidak ingin membayar ongkosnya, maka Anda betul-betul bermimpi. Rata-rata, orang yang saya kenal yang memiliki passive income yang banyak saat ini. Para pebisnis, para entrepreneur di negeri ini, adalah mereka yang bekerja sangat rajin untuk mencapai passive income itu.
Dan ada satu yang menarik. Justru jarang sekali yang tatkala ditanya mengapa mereka mengembangkan bisnisnya, lalu menjawab, “Karena saya ingin punya passive income.” Yang jelas, kalaupun passive income itu menjadi salah satu tujuan mereka, tujuan itu pasti masuk dalam urutan yang belakangan muncul.
Setelah passive income, so what?
Lihatlah para pebisnis yang sukses mengembangkan bisnisnya. Passive income mereka bermilyar-milyar. Apakah mereka berdiam diri saja? Nggak! Kebanyakan dari mereka menjual bisnis mereka. Uangnya dimasukkan dalam yayasan amal. Ataupun diputar lagi untuk menjalankan bisnis yang lain. Dengan kata lain, mereka pun AKTIF memulai lagi membangun bisnis yang lainnya.
Jadi lihatlah, mereka tidaklah bersantai-santai dan bermalas-malasan. Ini sangat berbeda dengan berbagai janji-janji passive income yang sering kali diperdengarkan.
Jadi, mari letakkan suatu pandangan yang lebih baik. Yang bisa kita pelajari dari para pebisnis dan entrepreneur yang sungguh-sungguh sukses. Mengapa mereka mengejar passive income? Salah satunya adalah membuat diri mereka “aman secara financial” sehingga mereka bisa tetap AKTIF (bukan PASIF) melakukan apa yang mereka betul-betul ingin lakukan sebagai passion mereka.
Jadi, lain kali kalau kamu mendengar orang berbicara soal passive income, atau jangan-jangan kamu sendiri sering bicara soal passive income, selidiki naluri dasarmu saat mengatakannya jangan-jangan kalimat itu didasarkan pada alasan “malas!” belaka.
Ingatlah, bahkan para penganjur passive income sendiri bisa terancam bangkrut tatkala ia hanya passive dan tidak mengurusi bisnis dengan lebih etis dan bertanggung jawab! Salam Antusias!

Anthony Dio Martin
"Best EQ trainer Indonesia", direktur HR Excellency, ahli psikologi, speaker, penulis buku-buku best seller, host program Smart Emotion di radio SmartFM Jakarta, pengasuh rubrik Motivasi di harian Bisnis Indonesia. Twitter: @anthony_dmartin dan fanpage: www.anthonydiomartin.com/go/facebook, website: www.hrexcellency.com)

Latest Berita

ASPIKINDO FAIRASPIKINDO FAIR
Berita Kelas Excellent Mentoring  Incubation  whatsapp image 2017 09 09 at 17 28 15
Kelas Excellent Mentoring & Incubation
Berita Excellent Mentoring  Incubation pertemuan ke 3 whatsapp image 2017 08 26 at 17 54 00 5
Excellent Mentoring & Incubation pertemuan ke 3
Berita SEMINAR  GATHERING whatsapp image 2017 08 12 at 18 05 18
SEMINAR & GATHERING