a a a a a a a
Logo

Berita

PSIKOLOGI KEBEBASAN: MENGAPA ORANG TIDAK SUKA DIKEKANG?

PSIKOLOGI KEBEBASAN: MENGAPA ORANG TIDAK SUKA DIKEKANG?

By :
Baru-baru ini, di sebuah pameran buku, saya meliat sebuah poster besar bertuliskan, "Siapa yang memenjarakan pikiranmu?". Terus terang, poster itu sangat menggelitik pikiran saya.

Tanpa disadari, kita hidup di era semua orang menginginkan kebebasan yang lebih besar. Dalam bahasa psikologinya, itulah keinginan autonomy diri kita. Mau buktinya?

Saat tulisan ini dibuatpun, dimana-mana berita soal pergolakan wilayah yang ingin memerdekakan dirinya masih banyak terjadi. Makin kerap jadi berita. Dimana-mana, di wilayah yang selama ini orang-orangnya terpenjarakan pikirannya, mulai bergolak. Mereka menuntut, menginginkan kebebasan yang lebih besar dan menolak para pimpinannya yang otoriter. Masih ingat pergolakan di Timur Tengah dulu untuk membebaskan diri dari pemimpin mereka yang otoriter? Bahkan jika diperhatikan foto maupun siaran televisi, kita lihat orang yang rela membusungkan dadanya menghadapi moncong senjata. Saya pun pernah menonton, seorang Ibu di Timur Tengah, yang membawa anaknya ikut serta dalam aksi demonstrasi, yang tentunya sangat berbahaya. Pertanyaan menarik, mengapa kebebasan menjadi salah satu motif pendorong perilaku yang luar biasa? Mungkin kita pun ingat tayangan perlawanan rakyat Cina di sekitar Tainanmen yang sampai berani menantang tank? Bahkan, tidak usah jauh-jauh ketika masa Reformasi pun, kita lihat rakyat Indonesia yang tumpah ruah ke jalan mengharapkan pemerintahan yang lebih demokratis. Nah, bagaimana kita menjelaskan tentang perilaku ini?

Locus of Control
Di tahun 1966, seorang psikolog Amerika terkenal, Julian Rotter, mengungkapkan untuk pertama kalinya dua jenis kepribadian. Ada yang mempunyai locus of control internal. Intinya, mereka merasa punya kendali atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Ketika sesuatu tidak seperti yang diharapkan, mereka tidak menyalahkan keadaan tetapi berusaha berpikir, "Apa yang bisa saya lakukan?". Namun, disisi lain, ada manusia dengan locus of control external dimana orang ini merasa segala sesuatunya dikendalikan ataupun terjadi akibat sebab-sebab dari luar. Ketika sesuatu yang baik maupun yang buruk terjadi dalam hidupnya, mereka melihat itu sebagai akibat dari luar.

Menariknya, Julian Rotter kemudian menerangkan bahwa biasanya orang dengan locus of control internal lebih sedikit stresnya dan mempunyai prestasi yang lebih baik. Kita pun melihat orang dengan locus of control internal, lebih mengambil kendali atas hidupnya. Lebih bebas dan lebih berani mengungkapkan ide-idenya. Oleh karenanya, mereka cenderung lebih bahagia. Sebaliknya, dengan orang yang locus eskternal yang tinggi, mereka cenderung merasa tidak berdaya dan selalu berpikir diri mereka harus patuh dan mengikuti apa yang terjadi. Mereka pun cenderung menjadi lebih stres, dan lebih tertutup.

Berbagai penelitian di negara yang sangat diktatorial seperti di Korea Utara. Rakyatnya cenderung diajar menjadi sangat locus of control eksternal dimana negara mengendalikan mereka. Dalam situasi yang demikian, satu-satunya yang membuat mereka bertahan adalah kepasrahan yang tinggi dan ketakutan yang diciptakan. Jadi, meskipun kelaparan, mereka tetap dididik untuk merasa bahagia. Ataupun, kalaupun mereka mau memberontak terhadap situasi ini, mereka sudah terlanjur ditanamkan rasa takut begitu besar oleh negara, yang membuat mereka melakukan pelarangan bagi diri mereka sendiri.

Adanya Pengecualian
Salah satu pemikiran menarik tentang psikologi kebebasan adalah karya Lee Harris yang ditulis dalam bukunya "Civilization and It's Enemy". Dalam buku ini, salah satu konsep yang dipakai adalah penelitian menarik tentang anjing dalam kandang yang disetrum listrik, oleh Ivan Pavlov. Ternyata, karena dikondisikan lama, ada cukup banyak anjing yang akhirnya menyerah. Anjing ini tahu, mau apapun percuma karena mereka akan dikasih setruman listrik. Akibatnya, beberapa anjing ini hanya duduk di tanah dan mengerang. Namun, yang tidak banyak dipublikasikan, ternyata ada sekitar sepertiga anjing yang menolak diam. Jadi meskipun tahu kena setruman listrik dan tidak ada jalan keluar, anjing-anjing ini tetap ngotot untuk tetap berusaha keluar ketika kena struman listrik.

Jadi, kalaupun dikatakan ada rakyat ataupun pribadi yang senang dikontrol ataupun dikendalikan, satu-satunya adalah karena terpaksa ataupun kepasrahan. Namun, meskipun mereka pasrah, tetap saja sebenarnya ada yang bergolak. Karena itu, jangan tertipu dengan bentuk kepatuhan yang sebenarnya bersifat terpaksa. Di atas permukaan, mereka mungkin mengatakan “iya” ataupun “oke”, tapi di dalam diri mereka mungkin terjadi pergolakan untuk melakukan perlawanan.

Bukan Lagi Masanya Dikekang
Menariknya, suatu penelitian tentang para keluarga primitif di Sudan, mengungkapkan bahwa unsur-unsur locus of control internal sebenarnya merupakan motif hidup manusia yang paling dasar. Jadi, para ahli psikologi menemukan bahwa pada dasarnya manusia punya kecenderungan untuk menjadi independen dan mengendalikan dirinya. Lagipula, kebanyakan situasi yang tidak nyaman terus-meneurs terjadi, akan muncul manusia-manusia pemberontak yang tidak tinggal diam, tetapi akan terus bergerak mencari jalan untuk kebebasannya. Itulah yang ditunjukkan penelitian pada anjing tersebut. Kasarnya, anjing saja mau bebas, apalagi manusia.

Dan itulah yang terjadi dengan sebagian rakyat yang tertindas ataupun dikekang saat ini. Jadi daripada dikekang, semestinya di era sekarang dimana manusia menuntut otonomi diri yang lebih luas, tulisan ini bisa menjadi inspirasi, khususnya bagi para pemimpin. Baik pemimpin di rumah, pemimpin di tempat kerja maupun pemimpin bangsa. Rakyat, manusia, anak, ingin otonomi yang lebih luas.

Jadi, daripada menggunakan tindakan-tindakan yang opresif dengan mengekang dan menghambat, lebih baik buka dialog, menjadi teman yang saling berangkulan dan buka corong diskusi. Repotnya, banyak pemimpin tidak mau melakukannya karena takut mengancam dirinya. Akibatnya, justru perlawanan menjadi buah dari ketidakmauan untuk memberikan kebebasan ini. Padahal, sudah kondratnya manusia ingin menjadi bebas dan merdeka!

Tapi Bukan Juga Kebebasan Tak Terarah
Memang, kekebasan yang dimaksudkan disini juga bukan kebebasan tak terarah. Suatu penelilitan lain dengan kehidupan liar monyet-monyet di hutan belantara yang bebas dan tidak punya pemimpin, justru kondisinya parah. Mereka jadi cakar-cakaran dan untuk jangka panjang, mereka tidak bisa bertahan lama. Jadi, akhirnya disimpulkan, bahwa meskipun liar, kawanan monyet ini dengan sadar membutuhkan pimpinan tetapi juga membutuhkan kebebasan. Karena, para monyet yang dikurung pun, rata-rata mengalami stress dan kehidupannya menjadi abnormal.

Dalam situasi inilah, kita bisa menerapkan banyak prinsip psikologi ini dalam kehidupan kerja maupun di rumah. Pertama-tama, kita harus belajar untuk lebih terbuka dan bukannya terlalu mengekang. Pernahkah Anda menyaksikan orang tua yang terus-menerus berkata “Tidak” dan “Jangan” kepada anaknya. Bagaimana anaknya kelak?
Karena itulah, kita tidak bisa terus-menerus mengekang, sebaik apapun niat kita. Paling tidak, kita harus belajar untuk memberikan alternatif. Jika tidak boleh, lantas apa sih yang boleh? Nah, hal itu dibutuhkan. Baik di rumah maupun di tempat kerja. Sediakan alternatifnya! Dengan demikian, orang merasa tetap diberikan kebebasan.

Kedua, soal pentingnya dialog. Setiap disiplin dan pengekangan, mesti ada alasannya. Nah, jauh lebih baik pada saat suatu aturan dan pendisiplinan dilakukan, dibeberkan pula alasannya. Selama aturan itu masuk akal dan perlu diikuti, orang akan merasionalkan alasannya, menghidupinya dan merasa bahwa itu merupakan aturan yang masuk akal. Tapi kalau tidak, orang akan teryus-menerus memberontak, melawan bahkan menentang karena merasa dirinya telah dikekang!

(Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency, Trainer dan speaker Pengembangan Diri, Host Program Radio SmartEmotion di SmartFM, ahli Psikologi, penulis buku-buku best seller. Kunjungi di www.hrexcellency.com)


PSIKOLOGI KEBEBASAN: MENGAPA ORANG TIDAK SUKA DIKEKANG?

ASPIKINDO FAIRASPIKINDO FAIR
Berita Kelas Excellent Mentoring  Incubation  whatsapp image 2017 09 09 at 17 28 15
Kelas Excellent Mentoring & Incubation
Logo
APL Office Tower Lantai 9 Suite 902
Central Park - Podomoro City
Jl. LetJend. S. Parman Kav. 28
Jakarta Barat 11470 – Indonesia
Telp: +62 21 2903 4288
Fax: +62 21 2903 4266
Email: info@komunitasexcellent.com
Switch to Desktop Version
Copyright © 2016 - Komunitas Excellent ,
Jasa Pembuatan Website by IKT
Link mobile